Minggu, 22 Mei 2016

Makalah "Nilai-nilai Yang Tertuang dalam Lontar Cilinaya"


NILAI – NILAI YANG TERTUANG DALAM
LONTAR CILINAYA
( Suatu Kajian Filologi )

OLEH :
KOMANG REZA KARTIKA
NIM. 131 111 53
V/Dharma Acarya





KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI
GDE PUDJA MATARAM
2015


KATA PENGANTAR

Om Swastyastu “
Puja dan puji syukur patut kita haturkan ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat, rahmat dan karunia beliau akhirnya makalah yang yang berjudul Nilai-nilai yang tertuang dalam Lontar Cilinaya “ dapat diselesaikan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada dosen pengempu mata kuliah Filologi atas segala kemudahan, serta  motivasi dan bimbingan yang diberikan sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik dan saran dari pihak lain sangat diharapkan demi terwujudnya suatu kesempurnaan dalam penulisan makalah ini, dan semoga makalah ini memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat menambah pengetahuan.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan mohon maaf atas segala kekurangan dari isi tulisan ini.
“Om Santih Santih, Santih Om”
Mataram,       November 2015

                                                                                       Penulis



DAFTAR ISI
Halaman Judul ………………………………………………….....            i
Kata Pengantar ……………………………………………………            ii
Daftar isi ……………………………………………………………           iii
BAB I.    Pendahuluan ……………………………………………            .          
1.1 Latar Belakang ……………………………………….          
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………          
BAB II.   Pembahasan …………………………………………….            4
2.1 Identitas Lontar Cilinaya …………………………….           4
2.2 Bahasa dalam Lontar Cilinaya ……………………….           4
2.3 Ringkasan Cerita Lontar Cilinaya ……………………           5
2.4 Nilai-nilai yang tertuang dalam Lontar Cilinaya..........            7
2.4.1 Nilai Theologi....................................................            8
2.4.2 Nilai Etika..........................................................            11
2.4.3 Nilai Sosial.........................................................            20
2.4.4 Nilai Budaya......................................................            22
BAB III. Penutup …………………………………………………            25
3.1 Simpulan …………………………………………….            25
Daftar Pustaka...................................................................................            26
Lampiran...........................................................................................            27



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang terkenal akan seni dan budaya, setiap daerah memiliki ciri tersendiri berdasarkan kebudayaan yang terdapat di masing-masing daerah, keragaman suku, adat, ras, agama, dan kebudayaan menyatu dalam suatu ikatan yang disebut Bhineka Tunggal Ika yang terdapat dalam satu bumi NKRI. Setiap daerah memiliki suatu peniggalan-peninggalan baik dari segi bangunan, budaya, serta naskah-naskah suci yang berupa lontar-lontar dan naskah suci lainnya. Meskipun perkembangan prilaku dan pola pikir masyarakat yang semakin modern, namun peninggalan peninggalan bersejarah tidaklah boleh untuk dilupakan karena kebanggaan kita sebagai warga Negara Indonesia adalah kita merupakan Negara yang kaya akan budaya.
Berkaitan dengan naskah-naskah suci yang klasik yang terdapat di Indonesia, semuanya perlu dilestarikan karena keberadaan naskah-naskah suci yang klasik di Indonesia juga merupakan suatu pegangan dalam menjalankan suatu kehidupan, karena mengandung nilai-nilai yang sangat mendalam dalam menjhalankan suatu proses kehidupan.
Selain di pulau bali yang terkenal sebagai sumber naskah klasik seperti lontar, di pulau Lombok juga banyak terdapat naskah-naskah lontar yang dijadikan suatu pedoman dalam menjalankan kehidupan di masa lalu. Namun dalam kondisi dinamika masyarakat Lombok yang semakin modern, dan di iringi dengan pengaruh dunia global yang begitu kuat, maka untuk memulihkan kembali suatu budaya dalam menjalankan suatu kehidupan yang berdasarkan nilai-nilai yang terdapat dalam lontar perlu untuk di lestarikan. Bahkan lebih ironis lagi, naskah-naskah klasik yang mengandung banyak nilai-nilai yang dapat menjadi pedoman dalam menjalkankan proses kehidupan jarang di sentuh oleh masyarakat dan hanya dijadikan suatu pameran budaya peninggalan daerah yang di tempatkan di museum-museum tanpa ada upaya untuk menyebarkan naskah itu kepada masyarakat untuk di pelajari dan dipedomani.
Seperti halnya salah satu lontar yang terdapat dilombok yaitu lontar cilinaya.Naskah klasik ini bila di kaji mengandung berbagai nilai-nilai yang begitu mendalam baik nila ketuhanan (Theologi), nilai etika, nilai sosial, nilai budaya dan lain-lain. Sehingga dari hal tersebut penulis tertarik untuk mengkaji apa saja nilai-nilai yang tertuang dalam lontar Cilinaya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang di atas, penulis mencoba menarik rumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana deskripsi lontar Cilinaya?
2. Apa saja nilai-nilai yang tertuang dalam lontar cilinaya?
1.3    Tujuan Pernulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini ialah:
1.      Untuk mengetahui bagaimana deskripsi lontar Cilinaya
2.      Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai yang tertuang dalam lontar Cilinaya ialah untuk mengetahui nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam lontar Cilinaya.
1.4    Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini ialah untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca mengenai nilai-nilai yang tertuang dalam lontar Cilinaya.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Identitas Lontar Cilinaya
Lontar Cilinaya merupakan naskah lama yang terdapat di pulau Lombok, lontar ini sudah di alih bahasa (diterjemahkan) ke dalam bahasa Indonesia.Dalam menjaga kelestariannya, lontar cilinaya di musiumkan di museum Negeri Nusa Tenggara Barat di bawah naungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam museum lontar ini diberikan nomor inventaris 07.932 dengan ukuran naskah Pj:16,5cm, Lbr: 3cm, Tbl: 13,5cm dengan ukuran teks Pj:10cm, Lbr: 2,5cm. dan terdapat 197 lempir daun lontar.
197 lempir tulisan yang terdapat dalam lontar cilinaya berdasarkan hasil terjemahan terdiri dari 14 pupuh yaitu puh semaranggiring (5bait), Puh Dangdang (35bait), Puh Pangkur (33bait), Puh Sinom (39 bait), Puh Maskumirah (7bait), Puh Kubur Cara Bali (106) bait, Semaya Mati (46bait) Puh Maskumambang (32 bait), Puh Durma (31 bait), dan Puh Meongambar (6 bait).
2.2 Bahasa dalam Lontar Cilinaya
Sesuai dengan terjemahan dari lontar Cilinaya, lontar ini berbahasa sasak namun karena lontar yang ditemukan adalah hasil dari terjemahan makan dan hanya terdapat dua bahasa yaitu bahasa sasak yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Namun penulisan lontar yang asli di tulis dalam hurup sasak yang tidak jauh berbeda dengan aksara bali, baik dari bentuk huruf maupun pemaknaannya. Dan lontar ini diterjemahkan oleh tim penerjemah dan awalnya lontar ini di susun oleh seorang tokoh bernama amaq Sani dari desa Panebog.
2.3 Ringkasan Cerita Lontar Cilinaya
Dalam lontar Cilinaya diceritakan berdiri dua buah kerajaan yaitu kerajaan Daha dan kerajaan Kling, kedua kerjaan ini dipimpin oleh dua orang bersaudara yang bernama raja Daha dan raja Kling. Mereka telah lama hidup dalam rumah tangga namun belum dikaruniai anak. Pada suatu saat raja daha dan raja kling pergi ke bhatara guru untuk bermohon agar segera diberikan keturunan. Dengan berbagai ucapan janji, raja daha bila kelak dikaruniai anak perempuan, maka akan datang kembali untuk membayar janji dengan memotong dua ekor kerbau bertanduk emas, berekor sutra berkaki perak kemudian akan berpesta dengan penuh kemeriahan selama tujuh hari tujuh malam. Sedangkan raja kling berjani bila kelak dikarunia anak laki-laki maka akan datang kembali dengan membawa selembar sirih, sebelah pinang dan sepenyusur tembakau.
Dengan takdir Yang Maha Kuasa raja daha dan raja kling dikabulkan doanya, raja daha mempunyai anak perempuan, sedangkan raja kling mempunyai anak laki-laki. Kedua raja sangat senang dan gembira mempunyai anak, sehingga bermaksud untuk membayar janji, namun apa yang terjadi, raja daha tidak mampu membayar janjinya pada akhirnya, anaknya diterbangkan angin dan jatuh di taman amaq bangkol. Amaq bangkol sangat senang menemukan anak perempuan kemudian diasuhnya.
Raja kling yang mengucapkan jani tidak terlalu istimewa, dapat melaksanakan janji dengan lebih meriah. Inaq bangkol pergi menjual kain hasil songketan anak angkatnya, dan pergi menjual ke istana raja kling, raja kling sangat kagum dengan kain songket inaq bangkol, sang raja bertanya kepada inaq bangkol siapakah yang menenun kain songket ini, inak bangkol tak mau mengakuinya.
Atas perintah ayahanda, putra raja kling pergi berburu ke tengah hutan untuk mencari hati manjangan warna putih sebagai obat ayahandannya.Berhari-hari pergi berburu namun tak satupun yang didapatnya, karena kelelahan di tengah hutan ditemukan sebuah pondok dan terdengar suara orang menenun. Putra raja berusaha untuk menemukan siapakah yang menenun, sang putra raja masuk ke rumah amaq bangkol sambil mencari siapakah yang menenun, namun usahanya sia-sia. Suatu ketika secara tidak sengaja hulu keris sang raja yang diselipkan dipunggungnya terlilit oleh sehelai rambut yang keluar dari dalam kerudak, sang raja berusaha menariknya, namun yang keluar adalah seorang gadis yang cantik jelita, sang raja menjadi pingsan.
Raja kling sangat menderita atas kepergian anaknya, setelah berhari-hari bahkan sampai berbulan-bulan pergi berburu tidak ada kabar beritanya. Pada suatu ketika putra raja pulang menghadap kepada ayahanda dan melaporkan kepda dirinya mau mengawini seorang gadis dari keturunan sudra. Sang raja kling sangat marah dan sangat tidak setuju terhadap anaknya kawin dengan orang yang berbeda status sosialnya.
Raja kling memerintahkan juru potong untuk membunuh sang putri. Sang putri di bawah ke tengah hutan di pinggir pantai tanjung menangis untuk dibunuh. Sang putri berpesan sebelum dibunuh, bila nanti darahku keluar dan berbau busuk maka saya adalah keturunan sudra, tapi bila darah saya keluar dan meluncur ke atas maka saya adalah keturunan raja. Sang putri di bunuh darahnya keluar ke atas dan baunya sangat harum. Juru potong sangat menyesal atas perbuatannya, akhirnya datanglah suara yang memerintahkan agar jenasah itu dimasukan kedalam peti, di ikat dan dibuag ke laut, waktu di putuskan talinya sang putri di beri nama lumagasih.
Raja daha pergi ke pantai dan melihat sebuah peti di atasnya di hinggapi burung gagak warna putih polos yang dibawah arus gelombang ke pesisir pantai, kemudian table itu diangkat oleh raja daha dan dibuka ternyata isisnya adalah seorang anak perempuan yang cantik, dan tenyata gadis itu adalah putrinya, raja daha sangat sedih dan menyesal  atas kematian putrinya.
2.4 Nilai-nilai yang tertuang dalam lontar Cilinaya
Nilai-nilai dapat dimaknai sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap atau bertingkah laku baik disadari maupun tidak disadari. Nilai juga dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik secara rohani maupun jasmani.
Secara teoretis, makna nilai sesungguhnya terpadu sebagai integritas kesadarandan pengalaman oleh manusia untuk sesama manusia dengan keyakinan dapat dipertanggung jawabkan secara sosial budaya (horisonal) dan dihadapan sang pencipta (vertikal). Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam lontar Cilinaya ialah:
2.4.1 Nilai Theologi
Memaknai pemahaman terhadap nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan tentunya kita harus faham terlebih dahulu apa sebetulnya esensi dari Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut.  Nilai Ketuhanan dalam kajian Filsafat, Prof. Achmad Sanusi memasukannya ke dalam sistem tata nilai kehidupan, dimana nilai ketuhanan di masukan ke dalam nilai Teologis.
Dan pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang, agama menjadi sandaran vertikal manusia. dan Manusia adalah mahluk religius yang dianugerahi ajaran-ajaran yg dipercayainya demi kesehatan dan keselamatannya. Manusia sebagai mahluk beragama mempunyai kemampuan menghayati pengalaman diri dan dunianya menurut agama masing-masing. Pemahaman agama diperoleh melalui pelajaran agama, sembahyang, doa-doa maupun meditasi, komitmen aktif  &praktekritual.
Dalam lontar Cilinayad dikatakan:
Lontar Cilinaya PUH SEMARANG GIRANG.5
Hiya tahoq taparcaya, sangna haraq hiniq matiq, turut kreng sitisaduq ngebakti liq halah siq lewih, lek tumangebakti singu bani suruta surut, bakti laiq hinaq hamaq, haku sangkap kupiyaq tulis, sing memaca haku ngenderng pahala.
Artinya:
Tempatnya saling percaya, semoga ada yang mengikuti turut perintah Allah yang kuasa, tempatnya kita berbakti, tetap memohon padanya dan berbakti pada ibu dan ayah.
Lontar CilinayaPUH DANGDANG.7
Sasanakan deqna deyang bija, sasanakna bangkol behe, jarina lumbar nutu, datu daha lumbar leq kling, banjurna basamaya mapan tunggul hujut, genna lalo haning,kayangan, genna neda, layit bhatara siq sakti, hadeqna, hendeyang baja
Artinya:
Kedua saudara tidak mempuyai anak, keduanya mandul, kemudian datu Daha pergi menuju ke kerajaan Kling, akan berhasrat dan mengucapkan janji akan pergi ke khayangan untuk memuhon kepada Bhatara yang sakti bila nanti di berikan anak.
Seperti halnya dalam lontar Cilinaya yang merupakan naskah klasik Lombok menjelaskan tentang nilai Teologi, hal ini dapat dilihat dari PUH SEMARANG GIRANG.5 dan PUH DANGDANG.7 dari ketika saat raja daha dan raja kling pergi ke bhatara guru (Tuhan Yang Maha Esa) untuk bermohon agar segera diberikan keturunan. Dengan berbagai ucapan janji.rajaDaha menginginkan anak perempuan dan raja Kling menginginkan anak laki-laki. Dengan takdir Yang Maha Kuasa raja daha dan raja kling dikabulkan doanya, raja Dahan mendapatkan anak perempuan dan raja Kling mendapatkan anak laki-laki.
Terkait mengenai nilai-nilai Theologi juga dijelaskan dalam sastra suci Hindu yakni:
Bhagavadgita XI.40.

Namah puras tas artha prsthatas te
Mamostu te sarvata eva sarva
Ananta vi rya mitavikramastvam
Sarvam samapnosi sarvah.

Artinya :
Hormat pada-Mu pada semua sisi, O Tuhan. Engkau adalah semua yang ada, tak terbatas dalam kekuatan, tak terbatas dalam keperkasaan. Karena itu engkau adalah semua itu.

Reg Veda I.164.46.

Indram mitram varunam agnim ahur Atho divyah sa suparno garutman Ekam sadvipra bahudavadhanty Agnim yamam matarisvanam ahuh


Artinya :
Mereka yang menyebut-Nya dengan Indra, Mitra, Varuna, dan Agni, Ia yang bersayap keemasan Garuda, Ia adalah Esa, para maharsi (viprah) memberinya banyak nama, mereka menyebut Indra, Yama, Matarisvan.

Kutipan dari Lontar Cilinaya(Puh Semarang Girang.5 dan Puh Dangdang.7), Bhagawad Gita XI.40, dan Reg Weda I.164.46 tersebut menjelaskan nilai Teologi atau Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan kepada Tuhan yang maha kuasa itu amat penting, karena keberadaan manusia itu bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu amat penting, karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya.
Bagaimana Tuhan dapat menolong umatnya, apabila umat itu tidak mempunyai kepercayaan kepada Tuhannya, sebab tidak ada tali penghubung yang mengalirkan daya kekuatannya.Oleh karena itu jika manusia berusaha agar mendapat pertolongan darinya, manusia harus percaya kepada Tuhan, sebab Tuhanlah yang selalu menyertai manusia. Kepercayaan atau pengakuan akan adanya zat yang maha tinggi yang menciptakan alam semesta seisinya merupakan konsekuensinya tiap-tiap umat beragama dalam melakukan pemujaan kepada zat tersebut.
2.4.2 Nilai Etika
Nilai etika adalah nilai yang mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak dengan mempertimbangkan tentang baik dan buruk tingkah laku manusia.
Dalam ajaran agama hindu dikenal dengan tiga unsur penting yaitu Tattwa, Susila dan Upakara. Hal ini disebut dengan tri krangka dasar agama hindu. Dimana tattwa berhubungan dengan keyakinan, susila yang berhubungan dengan tingkah laku dan upakara yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan beragama yang biasanya diimplementasikan dalam bentuk ritual keagamaan. Ketiga aspek penting dalam agama hindu ini tertuang dalam setiap naskah-naskah suci hindu yang dijedikan pedoman dalam menjalankan kehidupan beragama.
Seperti halnya ajaran Tri Kaya Parisudha dalam agama hindu merupakan bentuk ajaran susila yang berhubungan dengan etika manusia. Sesungguhnya ajaran etika merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Seperti halnya di Indonesia yang terkenal akan budaya santunnya itu karena berbagai macam ajaran etika yang terdapat dalam setiap kepercayaan (agama).
Tri artinya tiga, Kaya artinya gerak atau perbuatan dan parisudha artinya suci.Tri Kaya Parisudha artinya tiga gerak atau perbuatan yang harus disucikan. Yakni manacika parisudha (berpikir yang baik), wacika parisudha (berbicara yang baik), dan kayika parisudha (tindakan atau perbuatan yang baik). Dalam sloka satya Hindu disebutkan semboyan “Satyam evam jayate na nrtam” artinya hanya kebenaranlah yang menang bukan kejahatan.
Dalam lontar Cilinaya yang merupakan lontar naskah klasik Lombok menjelaskan tentang etika, dimana bila dikaji dalam perspektif ajaran agama Hindu, isi lontar ini sesungguhnya menjelaskan hal yang sederhana yaitu bagaimana manusia dapat berkata yang baik dalam hal ini manusia dapat menepati janji yang telah di ucapkan. Sehingga penulis mencoba menggali ajaran nilai-nilai etika dalam lontar cilinaya dalam pandangan ajaran agama hindu yaitu Tri Kaya Parisudha.
a.    Wacika
Wacika merupakan suatu ajaran yang sederhana yang wajib dilakukan oleh manusia, dimana ajaran ini menkankan pada bagaimana manusia dalam perkataannya hendaknya berhati-hati karena dari kata yang diucapkan kita akan mendapatkan teman, dari kata kita mendapatkan musuh dan dari kata pula kita menmukan kesengsaraan bahkan kematian. Berikut dapat digambarkan dalam lontar Cilinayabagaimana dengan perkataan yang telah diucapkan namun tidak dapat dipertanggung jawabkan akan mendatangkan penderitaan.
Lontar CilinayaPUH DANGDANG 25 dan 28
Puh Dangdang 25
Lahiq khayangan pada nyahur sesangi datu Daha linyok leq semaya, deqna hingat sasanggupna laheq

Artinya:
Pergi ke khayangan membayar kaulnya, raja Daha mengingkari janjinya, lupa pada perkataan terdahulu.

Puh Dangdang 28
Huwah na pada siq siq leq langan maliq datu daha, nista jejauhan, pada lelapuq pucat bahe, jari huawah siq pada manjur, datu daha lan datu kling, datu no genna lumbar, datang ling nano banjur, saking kesukaq pangeran, bijan datu, bajurna tekelep hisiq angin bijanna, datu daha

Artinya:
Setelah mereka dalam perjalanan, raja daha tidak membawa apa-apa semuanya tersa tidak enak, jadi semuanya, raja Daha dan raja Kling akan berangkat, kemudian mereka tiba, karena takdir Tuhan anak sang raja Daha diterbangkan oleh angin.


Berkaitan dengan nilai etika tentang wacika dapat pula di jelaskan pada :
Pustaka Manusmrta IV. 256
“ Warcyartha niyatah sarve wang mule wagwinih
Srtah, tam ta yah stenayedwacam sah sarwate
Yakrnnatah”

Artinya :
Segala sesuatu dikuasai oleh perkataan, perkataanlah
Akar dan asal sesuatu orang tidak jujur dalam
Kata – kata, sesungguhnya tidak jujur dalam segalanya

Nitisastra dalam bentuk kekawin pada Sargah V sebagai
berikut:
Wasita nimittanta menemu laksmi
Wasita nimittanta pati kepangguh
Wasita nimittanta menemu duhka
Wasita nimittanta menemu mitra

Artinya:
Oleh perkataan engkau akan medapat kebahagiaan
Oleh perkataan engkau akan medapat kematian
Oleh perkataan engkau akan medapat kesusahan
Oleh perkataan engkau akan medapat sahabat

Dalam kitab Sarasamuccaya ayat 75
Asatpralapam parusyam
Paisunyamanrtam tahta,
Catvari vaca rajendra,
Na jalpennanucintayet.

Nyang tanpa prawrttyaning wak, pat kwehnya, pratyekanya ujar ahala, ujar apregas ujar pisuna, ujar mithya, nahan tangpat sinanggahananing wak, tan ujarakena, tan angen-angenan kojaranya.


Artinya:
Inilah yang tidak patut timbul dari kata-kata, empat banyaknya yaitu : Perkataan jahat, perkataan kasar, perkataan memfitnah, perkataan bohong/tidak tepat janji, Inilah keempatnya harus disingkirkan dari perkataan jangan diucapkan jangan dipikir-pikir akan diucapkannya.

Bhagawad Gita, XVII. 15 menyebutkan:
Anudvega-karam vakyam
Satyam priya-hitam ca yat
Svadhyayabhyasanam caiva
Van-mayam tapa ucyate
Artinya:
Kata-kata yang tidak menyebabkan perasaan orang lain terganggu, jujur, menyenangkan dan mengandung kebaikan serta kata-kata yang dipergunakan untuk belajar serta mempraktekkan pembacaan kitab suci Veda, semua itu dikatakan sebagai pertapaan kata.
Dari kutipan lontar CilinayaPuh Dangdang 25 dan 26, Pustaka Manusmrta IV. 256, dan Nitisastra dalam bentuk kekawin pada Sargah V, dan Bhagawad Goita XVII.15 memberikan pandangan kepada kita bahwasanya perkatan sangat perlu diperhatikan dan diteliti sebelum dikeluarkan karena perkataan merupakan alat yang penting bagi kita, guna menyampaikan segala isi hati dan maksud seseorang. Dari kata – kata kita dapat pula memperoleh suatu pengetahuan, mendapatkan suatu hiburan, serta nasehat-nasehat yang sangat berguna baik bagi kita maupun orang lain. Dengan kata-kata, orang dapat membuat menderita orang lain bahkan dengan perkataan pula manusia dapat menemukan kematian.
b.    Kayika
Kayika Yang berarti perbuatan atau prilaku suci atau berprilaku yang benar, dimana perbuatan kita dalam kehidupan sehari-hari sangat berpengaruh di dalam diri manusia, utamanya Ahimsa karma artinya tidak, membunuh, menyakiti dan menyiksa mahluk lain. Maka sebaiknyalah kita berprilaku yang baik demi terciptanya hubungan yang harmonis antara sesama manusia. Kemudian dalam cerita lontar Cilinaya PUH KUBUR CARA BALI 210 dan 213 menceritakan:
Lontar CilinayaPUH KUBUR CARA BALI 210
Juru towek barparak muni, sapinambar matana, banjurna tures lito, manjuurna bademak gancang, sapinna dupak lanjak, neneq bini rembaq nye rangkung, bijana nagis nengkrak
Artinya:
Juru potong mengatakan, lalu segera mendekati, kemudia memegangnya sambil memukul dan menendang, sang putri jatuh tersungkur

Lontar CilinayaPUH KUBUR CARA BALI 213
Manjur glisneq bini maca sadat, hane galah aku glis, juru towek nano marah, bakamat na bagalah, bakat sopoq neneq bini.
Artinya:
Sang putri membaca syahadat, silahkan bunuh saya, juru potong memulai, bekomat sambil menusuk, sang putri terkena satu tusukan, kemudian tersungkur, sang putripun terluka.

Kutipan lontar Cilinaya PUH KUBUR CARA BALI 210 dan 213 menceritakan bahwa kekejaman yang dilakukan oleh juru potong kepada sang putri mulai dari menendang, memukul bahkan sampai membunuh. Perbuatan demikian sangatlah bertentangan dengan kebenaran (Dharma) bahwa di setiap diri mahluk hidup ada percikan terkecilnya yang disebut atman/roh, yang membedakan hanyalah bentuk badanya saja. Dengan demikian sudah sepatutnya setiap mahluk hidup khususnya manusia yang dikatakan sebagai mahluk paling sempurna karena memiliki pikiran agar selalu menjaga keharmonisan dan selalu menumbuhkan cinta kasih kepada setiap mahluk.
Mengenai perbuatan yang baik dapat dijelaskan dalam susastra Hindu yakni:
Sarasamuccaya. 76 menyebutkan demikian :
Pranatipatam stainyam ca,
Paradaranathapi va,
Trini papani kayena,
Sarvatah parivarjavet.

Nihan yang tan ulahakena, syamati mati, mangahal ahal, siparadara, nahan tang telu tan ulahakena ring asing ring parihasa, ring apatkala, ring pangipyan tuwi singgahana juga.
                                             
Artinya:
Inilah yang tidak patut dilakukan: Membunuh, Mencuri, Berbuat zinaKetiganya janganlah hendaknya dilakukan terhadap siapapun baik secara berolok-olok, dalam keadaan dirundung malang, dalam hayalan sekalipun, hendaknya dihindari semua itu.
Kutipan dari Sarasamuccaya. 76 memberikan pandangan kepada kita bahwa dengan berbuat berarti kita telah membuat suatu karma yang akan mementukan hidup kita pada masa-masa yang akan datang. Karena kita mengharapkan hidup yang lebih baik pada hari yang akan datang, maka sekaranglah waktunya kita menanamkan karma yang baik dengan menghindari perbuatan-perbuatan yang buruk yang dapat membuat mahluk hidup lain merasakan penderitaan.
c.    Manacika
Manacika berarti yang berhubungan dengan pikiran.Manacika Parisudha adalah berpikir yang benar dan suci.
Dalam lontar Cilinaya menceritakan tentang raja Kling yang marah karena anaknya ingin menikahi wanita yang dianggap dari keturunan sudra, yang sebenarnya wanita itu berasal dari keluarga kerajaan. Karena keragu-raguan hati sang raja, maka ia mengutus juru potong untuk membunuh wanita itu.
Dari kutipan cerita tersebut dapat kita sikap bahwa, pikiranlah yang menentukan dan memegang peranan yang sangat besar. Apa saja yang terdapat dalam pikiran akan tercetus dalam ucapan, dan terwujud pula dalam perbuatan. Pikiran adalah sumber segala apa yang dilakukan oleh seseorang. Baik buruk perbuatan seseorang merupakan pencerminan dari pikiran. Bila baik dan suci pikiran seseorang, maka sudah tentu perbuatan dan segala penampilan akan bersih dan baik. Apabila diperhatikan benar – benar tentang segala perbuatan manusia di dunia ini, semuanya berpangkal pada pikiran
Kaitanya dengan konsep manacika dapat dijelaskan dalam susastra Hindu diantaranya:
Katha Upanisad. 1.6
yas tu vijnanavan bhavati, yuktena manasa sada,tasyendriyai vaśyani sadaśva iva sarathe.
Artinya:
Sebaliknya mereka yang menyadari riak-riak pikiran, pikiran mereka terkendali, indriya-indriya mereka terkendali dan sang kusir menjadi pengendali tali kekang dan kuda-kuda yang baik.
Bhagawad Gita.XVII. 16menyebutkan :
Manah-prasadah saumyatvam
Maunam atma-vinigrahah
Bhava-samsuddhirity etat
Tapo manasam ucyate
Artinya:
Pikiran yang puas dalam segala keadaan, kesadaran yang menyejukkan, suka merenung, suka mengendalikan pikiran, berusaha sepenuhnya menyucikan pikiran, semua itu dikatakan sebagai pertapaan pikiran.
Dari kutipan kitab Katha Upanisad. 1.6 dan Bhagawad Gita.XVII. 16, memberikan pandangan terhadap kita bahwa pikiranlah tindakan yang harus diprioritaskan, karena pada dasarnya semua hal bermula disini.Ia menjadi dasar dari prilaku kita yang lainnya (perkataan dan perbuatan); dari pikiran yang murni akan terpantul serta terpancarkan sinar yang menyejukan orang-orang disekitar kita, sebaliknya pikiran keruh akan mengelapkan segala perbuatan kita
Ibarat mengenakan kacamata, penampakan yang diterima oleh mata amat tergantung pada kebersihan, warna bahan lensanya, serta kecangihan dari bahan lensanya.
Hal ini dalam Hindu disebutkan :"tak ada makhluk dari alam manapun yang dapat menyucikan batin kita, apabila kita sendiri tidak bergerak dan berupaya kearah itu, terlebih benda-benda materi, tentu tak mungkin menyucikan siapa-siapa". Untuk menyucikan pikiran, perlu memperbaiki pandangan terlebih dahulu.Untuk memperbaiki pandangan, diperlukan pemahaman yang baik dan mencukupi tentang falsafah ajaran agama yang dapat dipelajari dari kitab suci dan bimbingan guru. Melalui hal tersebut, kegelapan batin kita menjadi sirna, terbitnya cahaya terang dalam batin melalui bimbingan beliau, membantu mempercepat proses menuju tujuan akhir. 
2.4.3 Nilai Sosial
Dalam Lontar CilinayaPUH PANGKUR. 36.
Hinaq bangkol banjur bariwa, duh mas mirah, hene bedaq haku gli, hembe huleq sida masku, saiharan hinaq hamaq, baya bija Bhatara tumurun, neneq bini no babadaq, lekanna tasolah tariq.


Artinya:
Inaq bangkol terus memangkuntya, wahai anaku sayang, sekarang beritahu aku dari mana asal usulmu, siapa nama ibu-bapakmu, mungkin kamu anaknya sang Bhatara, aku akan menjaga dan menyayangimu, lalu diberitahukan oleh sang putri asal-usulnya.
Dalam kutipan lontar Cilinaya Puh Pangkur.36 menjelaskan tentang nilai sosial yang sangat baik yang dapat kita contoh dalam kehidupan saat ini, nilai sosial yang dijelaskan dalam lontar Cilinaya ialah pada saat Amaq Bangkol sangat senang menemukan seorang anak perempuan dan kemudian di asuhnya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Rasa kasih sayang yang dicurahkan oleh Amaq Bangkol kepada anak perempuanya tersebut tidak terbatas, padahal anak perempuan itu bukan merupakan anak kandungnya, akan tetapi Amaq bangkol tetap menyanyangi dengan ikhlas anak perempuan itu.
Mengenai nilai-nilai sosial, dalam Sarasamuccaya.139 di sebutkan:
Gacchatastistato vapi jagrateh svapato pi na,
phalam bhutanitarthaya tat pasoriva cestitam

“Sangksepanya, bhtahita ikang ulaha, apan ikang wwang lumaku, alungguh, atanghi, maturu, kuneng, ndatan pakaphalang bhutahita, tan hana pahining prawrttinya lawan ulahing pesu”

Artinya
Singkatnya, kesejahteraan mahluk hendaknya anda usahakan, sebab orang yang sedang berjalan, duduk, bangun dan tidur sekalipun, jika tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, tiada bedanya perbuatan itu dengan gerak laku hewan.

Bhagawad Gita, IV.33
Sreyan dravya-mayad yajnaj
Jnana-yajnah paramtapa
Sarvam karmakhilam partha
Jnane parisamapyate

Artinya
Persembahan berupa ilmu pengetahuan, wahai Arjuna lebih mulia daripada persembahan materi, dalam keseluruhan kerja ini akan mendapatkan apa yang di inginkan dalam ilmu pengetahuan, wahai Partha.

Dari kutipan lontar Cilinaya Puh Pangkur. 36, Sarasamuccaya.139 dan Bhagawad Gita. IV.33 memberikan pandangan terhadap kita bahwa Manusia selain sebagai mahluk individu, manusia juga dikatakan sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya.Dapat dikatakan bahwa sejak lahir, manusia sudah disebut sebagai makhluk social.
Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial, justru memberikan rasa tanggungjawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih ”lemah” dari pada wujud sosial yang ”besar” dan ”kuat”. Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal (masyarakat) maupun dalam bentuk-bentuk formal (institusi, negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu. Kehidupan sosial mengajarkan kita arti dari persaudaraan, kebersamaan dalam mencapai kesejahteraan
2.4.4 Nilai Budaya
Dalam lontar CilinayaPUH DANGDANG. 25.
Dekaq datu siq lek kling, sergap bebek ayam, jahuqna kaho telu, tur pada batanggek hemas tur bekupak, selaka murup mahukir, tur berelong sutra habang.

Artinya:
Raja kling, menyiapkan bebek dan ayam, dan tiga ekor kerbau, juga tandu emas dan kakinya terbuat dari selaka dan bertatah, juga berekor sutra warna merah,akan dijadikan ritual.
Terkait dengan nilai-nilai budaya yang dituangkan dalam lontar Cilinaya ialah bahwa  manusia pada hakekatnya sebagai mahluk religius yang mempercayai bahwa ada kekuatan yang lebih besar diluar dari pada kekuatan manusia itu sendiri, artinya bahwa manusia itu percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan segala yang terjadi adalah atas kehendaknya. Seperti halnya ketika Raja Kling dikabulkan keinginannya untuk mendapatkan anak, raja Kling melakukan upacara keagaman sebagai wujud rasa terimakasihnya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah yang telah ia rasakan. Ritual keagama yang dilakukan oleh raja Kling merupakan kegiatan yang dilakukan secara turun temurun yang dilaksanakan dalam lingkungan kerajaan. Lebih luas lagi ritual keagaman yang dilakukan oleh raja Kling bertujuan untuk menjalin hubungan yang lebih harmonis lagi dengan masyarakat tanpa membedakan suku, ras, golongan, dll.
Manawa Dharmasastra III. 70 tersurat:
Adhyapanam brahma Yajnah,
pitryapastu tarpanam,
homo daiwo balikbaurto,
nryajna ‘tihti pujanam.”
Artinya :
Mengajar dan belajar adalah Yadnya bagi Brahmana, menghaturkan minyak, susu adalah Yadnya untuk para Dewa, menghaturkan bali adalah Yadnya untuk para bhuta, dan penerimaan tamu dengan ramah tamah adalah Yadnya bagi manusia
Dalam lontar CilinayaPUH DANGDANG.25 dan Manawa Dharma Sastra III.70memberikan pandangan terhadap kita bahwa kebiasaan-kebiasaan yang kita lakukan seperti pelaksanaan upacara keagamaan hendaknya kita wariskan kepada anak cucu kita. Mengapa demikian ? sebab di dalam upacara keagaman dapat memantapkan suasana hati, motivasi-motivasi kuat yang meresapi dan tahan lama dalam hati setiap manusia serta memperkuat mental setiap individu terhadap agama atau kepercayaan yang di anutnya.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh.Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Lontar Cilinaya merupakan naskah lama yang terdapat di pulau Lombok, lontar ini sudah di alih bahasa (diterjemahkan) ke dalam bahasa Indonesia.Dalam menjaga kelestariannya, lontar cilinaya di musiumkan di museum Negeri Nusa Tenggara Barat di bawah naungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam museum lontar ini diberikan nomor inventaris 07.932 dengan ukuran naskah Pj:16,5cm, Lbr: 3cm, Tbl: 13,5cm dengan ukuran teks Pj:10cm, Lbr: 2,5cm. dan terdapat 197 lempir daun lontar.
Nilai-nilai yang tertuang dalam lontar Cilinaya dapat dimaknai sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap atau bertingkah laku baik. Nilai juga dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik secara rohani maupun jasmani. Adapun nilai-nilai yang tertuang dalam lontar Cilinayadiantaranya: 1. Nilai Theologi (Ketuhanan), 2. Nilai Etika. 3. Nilai Sosial, 4. Nilai Budaya.

Daftar Pustaka
Kajeng, I Nyoman,dkk. 2010 ”SARASAMUCCAYA” Paramitha Surabaya. Denpasar
Pudja. G. 2005.”BHAGAWAD GITA (Pancamo Weda)” Paramitha Surabaya. Denpasar
Rudia Adiputra, I Gede dkk. 2004. “ Dasar-dasar Agama Hindu” Lestari Karya Megah : Jakarta
Tim penyusun. 2002. “Transletasi dan terjemahan Naskah Lontar Cilinaya” Museum Negeri Nusa Tenggara Barat
Tim Penyusun. 2012. “Buku Pelajaran Agama Hindu Kelas XII” Widya Dharma : Denpasar
http://bloogspotpancasatyadalamajaranagamahindu.

Dokumentasi Lontar Cilinaya
Lampiran: 1





 






















                                                                                                                       

1 komentar:

  1. Gambling in NJ Is Becoming A Legal Casino, and Is It Legal?
    The 정읍 출장안마 sports betting industry 포항 출장샵 is a growing market, with more than 20 states legal sports betting 동두천 출장샵 online. NJ Online 대구광역 출장마사지 Casino: 100% up to 파주 출장마사지 $1000; BetMGM

    BalasHapus